3WelcomeToMyWorld Pictures, Images and Photos

Jumat, 01 November 2013

Kasus Bank Lippo

Isu good corporate governance (GCG) sudah muncul sejak terjadinya krisis ekonomi yang bebas di Amerika Serikat pada tahun 1929 dan untuk mencegah agar krisis seperti ini tidak terjadi lagi maka dikembangkan sistem dan struktur pengelolaan perusahaan yang lebih baik. Tuntutan untuk menerapkan corporate governance semakin kuat dengan munculnya skandal-skandal dari perusahaan publik  di Amerika dan Eropa seperti Enron, Worldcom, Maxwell, London & Commonwealth dan lain-lain. Kegagalan penerapan corporate governance di Amerika Serikat dan di Inggris disebabkan oleh kurangnya kemampuan dari dewan direksi dan ketidak pedulian investor terhadap perusahaan ( Davies, 1999).

Di Asia, isu GCG muncul pada saat terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997. Dampak dari krisis tersebut banyak perusahaan berjatuhan karena tidak mampu bertahan, salah satu penyebabnya adalah karena pertumbuhan yang dicapai selama ini tidak dibangun di atas landasan yang kokoh sesuai prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Kelemahan terlihat dari minimnya pelaporan keuangan dan kewajiban-kewajiban perusahaan, kurangnya pengawasan atas aktivitas manajemen oleh komisaris dan auditor serta kurangnya insentif eksternal untuk mendorong terciptanya efisiensi di perusahaan melalui mekanisme persaingan yang fair.

Indonesia sendiri mengalami dampak yang cukup parah akibat krisis tersebut dan pemulihannya juga memakan waktu paling lama dibandingkan dengan Negara asia lainnya. Salah satu faktor yang menyebabkan lambatnya proses pemulihan kondisi perekonomian adalah belum diterapkannya corporate governance yang baik. Oleh karena itu, corporate governance yang baik menjadi bagian penting dalam proses pembaharuan ekonomi untuk mengatasi krisis ekonomi. Upaya untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya penerapan prinsip GCG di Indonesia telah dilakukan, baik oleh pemerintah maupun swasta. Komite Nasional tentang Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) dibentuk pada tahun 1999 oleh Menko Perekonomian dan menerbitkan Pedoman Nasional GCG. Pada tahun 2004 Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dibentuk sebagai pengganti KNKCG. Lembaga pemerintah Corporate Governance seperti Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dan Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) juga turut mendorong pelaksanaan GCG oleh perusahaan-perusahaan public di Indonesia.

GCG dapat menuntun sebuah institusi kearah keunggulan kompetitif yang pada akhirnya akan memberikan konstribusi positif pada perkembangan ekonomi dan menjamin kemakmuran yang akan dinikmati rakyat banyak. Perbankan Indonesia tidak luput dari kasus terkait dengan  lemahnya penerapan GCG Bank Lippo pada tahun 2002 melakukan rekayasa dalam llaporan keuangannya, penyesatan informasi dan melakukan banyak manipulasi. Kasus Bank Lippo menunjukkan masih lemahnya penerapan prinsip keterbukaan dan juga menunjukkan lemahnya pengawasan dari dewan komisaris. Pada tahun 2003 terbongkar skandal Rp 1,7 triliun yang melibatkan para pejabat bank ini.

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) telah melebarkan pemeriksaan kasus PT Bank Lippo Tbk. Selain soal laporan keuangan ganda, otoritas pasar modal itu juga sedang memeriksa dugaan manipulasi perdagangan saham dan indikasi pembelian saham oleh Grup Lippo secara diam-diam. Penegasan itu disampaikan analis pasar modal Lin Che Wei seusai pertemuan antara Ketua Bapepam Herwidayatmo dan Koalisi Masyarakat Anti Skandal Bank Lippo di gedung Bapepam kemarin. Selain Che Wei, dalam pertemuan itu hadir pula Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki dan ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Faisal Basri. 


Menurut Che Wei, dalam pertemuan itu, Herwidayatmo berjanji akan memeriksa tiga hal dalam kasus Bank Lippo. "Yaitu, laporan keuangan ganda, manipulasi harga saham, dan penjelasan tentang tidak dilaporkannya peningkatan saham yang signifikan," katanya. 
Che Wei menambahkan, dalam pertemuan itu, Koalisi juga meminta Bapepam untuk melakukan tekanan kepada BEJ. "Seharunya BEJ lebih aktif dibandingkan pengamat karena dia pintu pertama semua masalah ini," ungkapnya. Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam Abraham Bastari ketika dimintai konfirmasinya, membenarkan bahwa Bapepam kini memperluas pemeriksaan. "Ya, semuanya memang kami periksa," katanya kepada Koran Tempo. Berkaitan dengan itu, ia pun menjelaskan bahwa Bapepam sedang mengumpulkan data-data dan dokumen menyangkut peningkatan saham Grup Lippo di Bank Lippo yang disinyalir dilakukan secara diam-diam, karena tidak pernah dilaporkan ke Bapepam. 

Pemeriksaan ini, kata Abraham, sedang ditangani Biro Penilaian Jasa Keuangan Sektor Jasa Bapepam. "Saya memang sedang mengumpulkan data dan bukti-buktinya," kata Kepala Biro Penilaian Jasa Keuangan Noor Rachman saat dimintai tanggapannya. 

Seperti diberitakan koran ini (10/2), di samping soal laporan keuangan ganda dan indikasi manipulasi harga saham, dalam kasus Bank Lippo juga ditemukan indikasi adanya pembelian saham oleh Grup Lippo secara diam-diam. Dalam laporan keuangan tahunan Bank Lippo disebutkan bahwa porsi kepemilikan saham PT Lippo e-Net Tbk. di bank papan tengah itu telah bertambah dari 7,21 persen pada 2000 menjadi 9,57 persen per September 2002. 

Dari hasil penelusuran Koran Tempo di Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM), tidak ditemukan satu dokumen pun yang mengumumkan adanya penambahan saham ini. Padahal, berdasarkan aturan pasar modal ditetapkan bahwa setiap pihak yang memiliki 5 persen saham atau lebih, wajib melaporkan kepemilikan dan perubahan kepemilikan sahamnya kepada Bapepam. Pelaporan harus dilakukan selambat-lambatnya 10 hari sejak terjadinya transaksi. Pelanggaran atas aturan ini akan dikenakan denda Rp 1 juta per hari sejak tanggal keterlambatan. 



Mulai dipanggil
Sementara itu, berkaitan dengan pemeriksaan dugaan manipulasi harga saham Bank Lippo, Abraham mengungkapkan, Bapepam akan mulai memanggil pihak-pihak yang diindikasikan terlibat dalam kasus ini. "Pemeriksaan setempat bisa dikatakan sudah selesai," katanya. Adapun yang dimaksud dengan pemeriksaan setempat adalah pemeriksaan Bapepam dengan cara mendatangi sejumlah broker. Ada sekitar 10 broker yang didatangi tim Bapepam bersama tim Bursa Efek Jakarta untuk mengumpulkan berbagai data dan dokumen atas transaksi saham Bank Lippo. 

Dari data dan dokumen yang sudah terkumpul itu, kata Abraham, Bapepam melakukan rekonstruksi. "Kemudian, baru dipanggil (pihak-pihak) yang kemungkinan terlibat dalam kasus ini." 
Sehubungan dengan itu, Abraham menjelaskan, pada pekan ini akan mulai dilakukan pemanggilan kepada sejumlah broker dan nasabah untuk diperiksa. Namun, ia menolak menyebutkan, siapa dan broker mana saja yang bakal dipanggil. Berkaitan dengan ini, menurut Che Wei, Herwidayatmo menjanjikan akan meminta Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) untuk membuka data-data transaksi saham Bank Lippo. Selain itu, kata Che Wei, Herwidayatmo menyatakan, pemeriksaan indikasi manipulasi harga saham akan meneliti kemungkinan ada tidaknya pelanggaran insider trading, yaitu praktek curang perdagangan dengan memanfaatkan informasi orang dalam. yura s/kurniawan/sam cahyadi

Ironis
Pada periode yang sama sejumlah broker melakukan transaksi jual dalam jumlah sangat besar. Ironisnya, pada 14 Februari broker yang sama berbalik melakukan transaksi beli dalam volume signifikan.
Praktik semacam itu menguatkan dugaan memang terjadi manipulasi laporan keuangan serta insider trading. Dengan tujuan, manajemen (khususnya pemilik lama) bisa masuk dan menguasai saham mayoritas bank itu.
Banyak yang menduga skenario yang mereka inginkan adalah pihak manajemen ingin menawar saham terbatas (rights issue). Lewat cara itu pemegang saham mayoritas saat ini, yaitu pemerintah, mau tidak mau harus mengeluarkan banyak uang. Karena jika tidak dilakukan, kepemilikan sahamnya terdilusi. Ringkas kata, pemilik lama menginginkan pemerintah merekapitalisasi tahap kedua terhadap bank itu.
Kasus Bank Lippo mengingatkan orang pada skandal akuntansi dan keuangan yang dilakukan beberapa perusahaan multinasional berskala raksasa di AS beberapa waktu lalu. Dunia dikejutkan dan pelaku pasar modal shock oleh kebohongan Enron, World Com, Global Crossing, serta beberapa perusahaan lain di New York Stock Exchange (NYSE). Sebelum skandal terkuak, saham perusahaan-perusahaan itu sangat diminati dan harganya cenderung terus meningkat.
Namun setelah terbukti akuntan publik Arthur Andersen yang memeriksa laporan keuangannya "membiarkan" praktik mark up yang dilakukan pihak perusahaan, harga saham emiten itu langsung jatuh.
Bahkan disebutkan harga sahamnya lebih murah daripada biaya yang harus dikeluarkan untuk mencetak satu lembar saham. Peristiwa itu sangat sensasional dan mengguncangkan bursa saham seluruh dunia. Indeks di berbagai bursa dunia langsung anjlok dan di beberapa negara mencapai rekor terendah.
Belajar dari pengalaman itu, seharusnya otoritas pasar modal segera tanggap dan mencari skema penyelesaian terbaik untuk mengatasi. Analogi semacam itu bisa digunakan untuk menyikapi skandal di Bank Lippo.
Kasus laporan keuangan ganda yang dilakukan emiten itu jika tidak diatasi secara baik akan berpotensi menurunkan kepercayaan publik, khususnya yang berkecimpung di bursa. Investor yang telanjur membeli saham Bank Lippo tentu sangat kecewa dan merasa dicurangi.
Ironisnya, sejauh ini belum ada pernyataan dan tindakan tegas dari Bapepam atau BEJ. Otoritas bursa seolah-olah menganggap sepi masalah itu. Bahkan beberapa waktu lalu salah satu direksi BEJ menyatakan tidak ditemukan pelanggaran dalam transaksi Bank Lippo di BEJ.
Penjelasan itu tentu sulit diterima akal sehat karena sangat tidak logis manajemen secara sengaja melakukan transaksi untuk menurunkan harga sahamnya. Logika awam menyatakan itu mustahil terjadi. Karena, biasanya pemegang saham selalu berusaha meningkatkan nilai dan harga sahamnya di pasar.
Kelembekan sikap otoritas bursa juga menimbulkan kecurigaan bahwa mereka tidak berani bertindak tegas karena ada beberapa "orang kuat" yang menjadi komisaris di perusahaan tersebut. Jika dugaan itu benar akan menambah daftar panjang kelemahan penegakan hukum di pasar modal.
Investor tentu belum lupa pada kasus besar di BEJ. Salah satunya yang terjadi pada emiten yang masih satu grup dengan Bank Lippo, yaitu PT Lippo Life Tbk. Kasus itu terjadi pada awal tahun 2000 ketika emiten menyatakan mengubah bisnis inti dari asuransi menjadi dot com company.
Investor segera memburu saham itu yang mengakibatkan harganya naik gila-gilaan (panic buying). Sebagian besar investor sudah mengoleksi saham itu dan berharap menuai keuntungan. Namun manajemen melalui perusahaan sekuritas dan broker terafiliasi justru melakukan aksi jual besar-besaran. Akibatnya bisa diduga. Investor mereka rugi sangat besar dan sebaliknya manajemen mendapat keuntungan luar biasa dengan memanfaatkan informasi orang dalam.

Kasus itu hanya ditangani ala kadarnya oleh otoritas bursa dengan mengenakan denda ke pihak emiten, tanpa mengajukan ke pengadilan. Padahal, pelanggaran yang terjadi sangat telanjang. Memang selama ini ada kesan perlindungan terhadap investor masih sangat kurang karena Bapepam dan BEJ tampak cenderung berpihak ke kepentingan emiten.
Sikap semacam itu menjadi sesuatu yang kontraproduktif dalam pemulihan kepercayaan di dunia pasar modal. Dalam skala tertentu juga mengancam kepercayaan terhadap dunia perbankan dan dunia usaha secara keseluruhan.
Haruskah pemerintah dan pihak yang berkompeten berdiam diri membiarkan degradasi kepercayaan terjadi? Time will tell, waktulah yang akan menjawab! 

Analisis :

Timbulnya kasus ini mengakibatkan terungkapnya kenyataan bahwa mekanisme good corporate governance yang baik belum diterapkan. Hal ini dapat menjadi pemicu perusahaan atau pihak manajemen untuk mengeluarkan informasi-informasi yang memberi dampak positif terhadap harga saham dan dapat mendorong perusahaan untuk cenderung melakukan manipulasi akuntansi dengan menyajikan informasi tertentu guna menghindari terpuruknya harga saham.

Selain dari pihak perusahaan, external auditor juga harus turut bertanggung jawab terhadap merebaknya kasus-kasus manipulasi akuntansi seperti ini. Posisi akuntan publik sebagai pihak independen yang memberikan opini kewajaran terhadap laporan keuangan serta profesi auditor yang merupakan profesi kepercayaan masyarakat juga mulai banyak dipertanyakan apalagi setelah didukung oleh bukti semakin meningkatnya tuntutan hukum terhadap kantor akuntan. Padahal profesi akuntan mempunyai peranan penting dalam penyediaan informasi keuangan yang handal bagi pemerintah, investor, kreditor, pemegang saham, karyawan, debitur, juga bagi masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Dalam melaksanakan tugasnya, auditor memerlukan kepercayaan terhadap kualitas jasa yang diberikan pada pengguna. Penting bagi pemakai laporan keuangan untuk memandang Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai pihak yang independen dan kompeten, karena akan mempengaruhi berharga atau tidaknya jasa yang telah diberikan oleh KAP kepada pemakai. Jika pemakai merasa KAP memberikan jasa yang berguna dan berharga, maka nilai audit atau kualitas audit juga meningkat, sehingga KAP dituntut untuk bertindak dengan profesionalisme tinggi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar