Kenaikan BBM yang
kembali terjadi tahun ini di Indonesia merupakan sebab adanya
pergejolakan pasar minyak dunia yang semakin membuat kondisi Indonesia sendiri
tidaklah stabil, belum lagi konflik yang terjadi antara AS dan Iran saat ini.
Meskipun belum pecahnya perang antar kedua negara tersebut, namun sudah
menimbulkan sebuah efek yang mungkin dapat menjadi efek domino di Indonesia
yaitu naiknya harga minyak mentah dunia. Dimana akhirnya pemerintah-pun kembali
menaikan harga bahan bakar mentah(BBM) yang akan di perbelakukan pada April
2012. Efek domino yang mungkin akan timbulpun bukan hanya dari satu sektor
namun dari berbagai sektor yang dimana sektor-sektor tersebut merupakan bagian
dari sebuah perkembangan/pertumbuhan ekonomi.
Dari
kenaikan BBM di perkirakan mengakibatkan laju inflasi mencapai 3%, pernyataan
tersebut di sampaikan langsung oleh Deputi bidang statistik, Distribusi dan
Jasa Badan Pusat Statistik(BPS) Djamal mengungkapkan "Kalau naik Rp1.500
dampak langsungnya 0,9 persen. Dan dampak tidak langsungnya 1-2 kali lipat dari
itu. Kalau diambil 1,5 kali itu maka jadinya 2,5-3 persen. Itu kalau
diberlakukan untuk semuanya (semua kendaraan)," paparnya di Jakarta, Kamis
(01/03/2012). Pemerintah mengklaim bahwa akan ada kompensasi berupa Bantuan
Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) senilai Rp 25 triliun, pernyataan tersebut
disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Hatta
Rajasa).
Dari
kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk menaikan harga BBM, banyak tokoh
di kepemerintahan, mahasiswa, maupun elemen-elemen masyarakat lainnya yang
menilai bahwasanya keputusan tersebut bukanlah kebijakan yang baik. Karena,
hanya akan menimbulkan suatu permasalahan yang baru, bukanlah menyelesaikan
masalah.
Dari adanya rencana pemerintah
menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan mempengaruhi tiga aspek kehidupan
yakni transportasi, rumah tangga dan ekonomi. Selain itu, dengan adanya
pembatasan BBM akan menyengsarakan rakyat dan memberikan keuntungan sangat besar
bagi kartel penjual BBM jenis Pertamax yang dikuasai perusahaan asing. Pernyataan
Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Widjoyono Partowidagdo yang
menyebutkan, pembatasan subsidi BBM akan memajukan pembangunan nasional karena
akan menghemat anggaran negara ditentang politisi dari PDI Perjuangan Effendi MS
Simbolon.
Menurut Wakil Ketua Komisi
VII DPR RI ini, pembatasan BBM hanya menguntungkan kartel minyak. Dia
mengatakan, pembatasan subsidi BBM merupakan langkah menuju liberalisasi Migas.
Program pembatasan BBM Bersubsidi sama artinya pencabutan subsidi BBM, rakyat
dipaksa beralih ke BBM non subsidi seperti pertamax.
"Inilah saat yang ditunggu perusahaan Migas asing, karena dengan begitu tidak ada lagi produk BBM (premium) yang murah,"katanya.
"Inilah saat yang ditunggu perusahaan Migas asing, karena dengan begitu tidak ada lagi produk BBM (premium) yang murah,"katanya.
Adapun ketiga aspek yang
mengganggu kehidupan itu adalah aspek transportasi, jika BBM naik maka secara
otomatis pengelola angkutan akan menaikkan tarif/ongkos. Demikian halnya aspek
ekonomi, bahan-bahan kebutuhan ekonomi akan mengalami kenaikan, proses perdagangan
dapat mengalami stagnasi.
Sedangkan aspek rumah
tangga, akan banyak rumah tangga yang bertambah susah karena tidak mampu
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini bisa terjadi karena untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga tidak sebanding dengan penghasilan yang mereka
dapatkan sehari-hari.
"Kalau BBM diimbangi pendapatan kepala keluarga yang cukup, maka saya akan setuju dengan kenaikan BBM tersebut. Namun pada faktanya banyak terjadi di masyarakat kenaikan BBM tidak diiringi dengan kenaikan penghasilan setiap kepala keluarga,"kata Effendi MS Simbolon. (syahri ramadani, FE UNPAB)
"Kalau BBM diimbangi pendapatan kepala keluarga yang cukup, maka saya akan setuju dengan kenaikan BBM tersebut. Namun pada faktanya banyak terjadi di masyarakat kenaikan BBM tidak diiringi dengan kenaikan penghasilan setiap kepala keluarga,"kata Effendi MS Simbolon. (syahri ramadani, FE UNPAB)
Pemerintah kembali
menegaskan pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) subsidi akan tetap
berlaku mulai 1 April 2012. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik
mengatakan, pembatasan BBM subsidi akan dilakukan secara bertahap.
Salah satu pilihan yang akan dilakukan adalah mengonversi BBM ke bahan bakar gas. ”April, kami mulai konversi secara bertahap, tidak serta-merta seluruhnya,” kata Jero Wacik, Senin (20/2/2012).
Pilihan berikutnya adalah berpindah ke bahan bakar minyak nonsubsidi, Namun, Jero Wacik mengatakan, pilihan tersebut dinilai terlalu berat bagi masyarakat. ”Muncul belakangan adalah soal pengurangan subsidi per liter, bukan menaikkan harga karena itu dilarang undang-undang,” lanjutnya.
Soal kebijakan pengurangan subsidi ini, pemerintah akan mengajukan dalam APBN Perubahan. ”Itu yang sedang disiapkan oleh Kementerian Keuangan, sedang proses dan kalau sudah selesai akan dibahas bersama Komisi VII DPR,” katanya.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Evita Herawati Legowo menambahkan, program pembatasan BBM subsidi akan diterapkan mulai dari instansi pemerintah terlebih dahulu. Ia mengatakan, soal aturan kendaraan instansi pemerintah menggunakan bahan bakar yang tidak disubsidi sebenarnya sudah diimbau dalam Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 2011 tentang penghematan energi. ”Di aturan tersebut masih diimbau, tapi sekarang diwajibkan untuk instansi pemerintah,” kata Evita.
Mobil-mobil pemerintah yang diwajibkan menggunakan BBM nonsubsidi adalah mobil instansi yang digunakan pejabat negara, belum termasuk kendaraan anggota Dewan atau para pegawai instansi pemerintah. Mobil instansi nantinya diarahkan untuk beralih ke bahan bakar gas atau menggunakan bahan bakar minyak nonsubsidi seperti Pertamax.
Sementara itu, untuk pembatasan bagi masyarakat masih belum diputuskan kepastiannya. Saat ini pemerintah masih menanti hasil kajian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung.
Hasil kajian seputar program diversifikasi bahan bakar ke gas, mekanisme pembatasan konsumsi BBM subsidi, atau pengurangan subsidi per liter. ”Ini masih kami kaji, kalau dikurangi seberapa dan dampak-dampaknya,” jelasnya. (Fitri Nur Arifenie/Kontan)
Salah satu pilihan yang akan dilakukan adalah mengonversi BBM ke bahan bakar gas. ”April, kami mulai konversi secara bertahap, tidak serta-merta seluruhnya,” kata Jero Wacik, Senin (20/2/2012).
Pilihan berikutnya adalah berpindah ke bahan bakar minyak nonsubsidi, Namun, Jero Wacik mengatakan, pilihan tersebut dinilai terlalu berat bagi masyarakat. ”Muncul belakangan adalah soal pengurangan subsidi per liter, bukan menaikkan harga karena itu dilarang undang-undang,” lanjutnya.
Soal kebijakan pengurangan subsidi ini, pemerintah akan mengajukan dalam APBN Perubahan. ”Itu yang sedang disiapkan oleh Kementerian Keuangan, sedang proses dan kalau sudah selesai akan dibahas bersama Komisi VII DPR,” katanya.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Evita Herawati Legowo menambahkan, program pembatasan BBM subsidi akan diterapkan mulai dari instansi pemerintah terlebih dahulu. Ia mengatakan, soal aturan kendaraan instansi pemerintah menggunakan bahan bakar yang tidak disubsidi sebenarnya sudah diimbau dalam Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 2011 tentang penghematan energi. ”Di aturan tersebut masih diimbau, tapi sekarang diwajibkan untuk instansi pemerintah,” kata Evita.
Mobil-mobil pemerintah yang diwajibkan menggunakan BBM nonsubsidi adalah mobil instansi yang digunakan pejabat negara, belum termasuk kendaraan anggota Dewan atau para pegawai instansi pemerintah. Mobil instansi nantinya diarahkan untuk beralih ke bahan bakar gas atau menggunakan bahan bakar minyak nonsubsidi seperti Pertamax.
Sementara itu, untuk pembatasan bagi masyarakat masih belum diputuskan kepastiannya. Saat ini pemerintah masih menanti hasil kajian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung.
Hasil kajian seputar program diversifikasi bahan bakar ke gas, mekanisme pembatasan konsumsi BBM subsidi, atau pengurangan subsidi per liter. ”Ini masih kami kaji, kalau dikurangi seberapa dan dampak-dampaknya,” jelasnya. (Fitri Nur Arifenie/Kontan)
Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Armida Alisjahbana,
mengatakan konversi bahan bakar minyak (BBM) ke gas untuk jangka menengah dan
jangka panjang adalah sebuah keharusan. Saat ini, opsi terkait pembatasan
maupun kenaikan harga BBM masih dibahas bersama Komisi VII DPR. "Kami melihatnya jangka menengah dan panjang,
konversi BBM itu harus. Coba lihat negara lain, mereka juga konversi. Tapi
paling utama sekarang kita lakukan untuk transportasi," kata Armida, di
kantornya, Jakarta, Selasa 21 Februari 2012.
Menurut
Armida, pilihan terkait pembatasan maupun kenaikan harga BBM adalah satu paket.
Semua opsi saling terkait satu dengan lainnya. Pilihan-pilihan itu juga harus
dikaji secara cermat karena saat ini asumsi makro sudah meleset. "Harga minyak mentah Indonesia (ICP) sudah di
atas US$110, kalau seperti itu kan APBN bagaimana,
padahal asumsinya US$90, ada sedikit penambahan," ungkapnya.
Sementara
itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin, yang baru saja dilantik
mengatakan, saat ini pihaknya masih mengkaji dampak kenaikan maupun pembatasan
BBM terhadap angka inflasi. "Dampak ke inflasi jelas. Kalau harga naik jelas berdampak karena
harga-harga naik. Kami sedang mengkaji kalau kenaikan per Rp500 berapa
dampaknya," ujar Suryamin.
Sedangkan
untuk pembatasan BBM sendiri, Suryamin mengaku akan sulit untuk menghitungnya.
Hal ini terjadi karena pihaknya belum memiliki data jumlah pengguna Premium dan
Pertamax di pasaran. "Terus bagaimana kalau di konversikan," kata
dia.(np)
;; sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar