Mungkin tidak ada bangsa di dunia ini
yang memiliki apresiasisangat besar kepada kaum mudanya melebihi Indonesia. Secara
kultural, dalam kehidupan tradisional di berbagai suku di Indonesia, kaum muda
di posisikan bukan sekedar sebagai calon generasi yang akan datang. Tetapi juga
menjadi sumber utama kekuatan komunal. Terlebih lagi dalam sejarah Indonesia
modern yang berkali – kali telah “di selamatkan” oleh kaum muda pada periode –
periode yang paling kritis saat tidak ada lagi kekuatan yang bisa di harapkan. Seperti
: era 1920 – an dengan Soempah Pemoeda yg berisi kan “ Kami
poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah
Indonesia. Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe,
bangsa Indonesia. Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa
persatoean, bahasa Indonesia “. Pemuda radikal yang mempercepat proklamasi
dengan menculik Soekarno – Hatta, angkatan 66 dan angkatan 98 bisa di katakan
bahwa pemudamerupakan sumber laten tenaga pendobrak bangsa. Meski demikian,
terdapat pula gejala bahwa partisipasi aktif kaum muda ini hanya muncul sesaat
dan sporadis.
Ketika situasi sosial kebangsaan jatuh pada titik
sangat kritis, kaum muda muncul dengan heroismenya yang memukau, lalu pergi
entah kemana saat situasi kembali pulih. Belajar dari semua itu, serta dengan
mempertimbangkan kekuatan laten pemuda yang tersiakan saat situasi tenang,
muncullah sebentuk keinginan untuk merombak (mentransformasikan) kekuatan laten
tersebut menjadi riil yang permanen, berkelanjutan, proaktif dan dinamis. Tegasnya,
kaum muda Indonesia, harus bisa menjadi tenaga pendorong yang nyata, bukan
hanya saat bangsa ini mengalami krisis, tetapi juga pada saat situasi sosial kebangsaan
telah pulih. Untuk itu ternyata banyak hal yang harus di pelajari ulang oleh
kaum muda. Berkiprah dalam situasi yang tenang, bukan hanya sekedar membutuhkan
semangat, kenekatan dan heroisme sebagaimana pada periode kritis.
Pada situasi tenang ini juga membutuhkan kekuatan
watak, konsistensi, keuletan, kejujuran, intelektualitas, keterampilan, dan
lain – lain. Ke semua hal itu sebenarnya telah di gagaskan oleh para pendahulu,
founding father’s, sejak puluhan tahun silam melalui proyek yang sering di
namakan nation and character building, namun dalam perkembangannya hanya
berhenti menjadi slogan, terkubur oleh rezim – rezim. Serta, nation and
character building tersebut juga semakin terkubur karena sifat pemuda yang kini
telah terpengaruhi sebuah ke-hedonisme-an, kekuatan laten pemuda yang dahulu
begitu heroisme juga sekarang telah luntur dengan ke-aphatis-an pemuda dan lunturnya
rasa nasionalisme di lubuk kekuatan para pemuda saat ini, Tugas kaum mudalah untuk menggali kembali ke
proyek tersebut, mengembangkannya menjadi kekuatan progresif dan bersifat
kekinian, tentunya dangan menyesuaikannya dengan situasi saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar