Persatuan Sepak Bola Seluruh
Indonesia
Persatuan Sepak Bola Seluruh
Indonesia
|
|
|
|
|
|
Didirikan
|
|
Presiden
|
|
Situs web resmi
|
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, disingkat PSSI, adalah organisasi induk yang bertugas mengatur
kegiatan olahraga sepak bola diIndonesia. PSSI
berdiri pada tanggal 19 April 1930 dengan nama awal Persatuan Sepak Raga Seluruh
Indonesia. Ketua umum
pertamanya adalah Ir. Soeratin Sosrosoegondo.
PSSI bergabung dengan FIFA pada tahun 1952, kemudian dengan AFC pada tahun 1954.
PSSI menggelar kompetisi Liga Indonesia setiap tahunnya, dan sejak tahun 2005, diadakan pula Piala Indonesia.
Ketua Umum PSSI sejak 9 Juli 2011 adalah Djohar
Arifin Husin.
Sejarah
Sejarah
perkumpulan sepak bola di Indonesia
Di akhir tahun 1920, pertandingan voetbal atau sepak bola sering kali digelar
untuk meramaikan pasar malam. Pertandingan dilaksanakan sore hari. Sebenarnya
selain sepak bola, bangsa Eropa termasuk Belanda juga memperkenalkan olahraga
lain, seperti kasti, bola tangan, renang, tenis,
dan hoki. Hanya, semua jenis olahraga itu hanya
terbatas untuk kalangan Eropa, Belanda, dan Indo. Alhasil sepak bola paling
disukai karena tidak memerlukan tempat khusus dan pribumi boleh memainkannya.
Lapangan Singa (Lapangan
Banteng) menjadi saksi di mana orang Belanda sering menggelar
pertandingan panca lomba (vijfkam) dan tienkam (dasa lomba). Khusus untuk sepak
bola, serdadu di tangsi-tangsi militer paling sering bertanding. Mereka
kemudian membentuk bond sepak bola atau perkumpulan sepak bola. Dari bond-bond
itulah kemudian terbentuk satu klub besar. Tak hanya serdadu militer, tapi juga
warga Belanda, Eropa, dan Indo membuat bond-bond serupa.
Dari bond-bond itu kemudian terbentuklah Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) yang pada tahun 1927 berubah
menjadi Nederlandsch Indische
Voetbal Unie (NIVU). Sampai tahun 1929, NIVU sering mengadakan pertandingan termasuk
dalam rangka memeriahkan pasar malam dan tak ketinggalan sebagai ajang judi.
Bond China menggunakan nama antara lain Tiong un Tong, Donar, dan UMS. Adapun
bond pribumi biasanya mengambil nama wilayahnya, seperti Cahaya Kwitang, Sinar
Kernolong, atau Si Sawo Mateng.
Pada 1928 dibentuk Voetbalbond Indonesia
Jacatra (VIJ) sebagai akibat dari diskriminasi yang dilakukan NIVB. Sebelumnya
bahkan sudah dibentuk Persatuan Sepak Bola Djakarta (Persidja) pada
1925. Pada 19 April 1930, Persidja ikut membentuk Persatuan Sepak Bola Seluruh
Indonesia (PSSI) di gedung Soceiteit Hande Projo, Yogyakarta. Pada saat itu
Persidja menggunakan lapangan di Jalan Biak, Roxy, Jakpus.
Pada tahun 1930-an, di Indonesia berdiri tiga organisasi sepakbola
berdasarkan suku bangsa, yaitu Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB)yang lalu berganti nama menjadi Nederlandsch Indische
Voetbal Unie (NIVU) pada tahun 1936milik bangsa
Belanda, Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB) punya bangsa Tionghoa, dan
Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) milik orang Indonesia.[1]
Memasuki tahun 1930-an, pamor bintang lapangan Bond NIVB, G Rehatta dan de
Wolf, mulai menemui senja berganti bintang lapangan bond China dan pribumi,
seperti Maladi, Sumadi, dan Ernst Mangindaan. Pada 1933, VIJ keluar sebagai
juara pada kejuaraan PSSI ke-3.
Pada 1938 Indonesia lolos ke Piala Dunia. Pengiriman kesebelasan Indonesia (Hindia Belanda) sempat mengalami
hambatan. NIVU (Nederlandsche Indische Voetbal Unie) atau organisasi sepak bola
Belanda di Jakarta bersitegang dengan PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh
Indonesia) yang telah berdiri pada bulan April 1930. PSSI yang diketuai
Soeratin Sosrosoegondo, insinyur lulusan Jerman yang lama tinggal di Eropa,
ingin pemain PSSI yang dikirimkan. Namun, akhirnya kesebelasan dikirimkan tanpa
mengikutsertakan pemain PSSI dan menggunakan bendera NIVU yang diakui FIFA.
Pada masa Jepang, semua bond sepak bola dipaksa masuk Tai Iku Koi bentukan pemerintahan militer
Jepang. Di masa ini, Taiso, sejenis senam, menggantikan olahraga permainan.
Baru setelah kemerdekaan, olahraga permainan kembali semarak.
Tahun 1948, pesta olahraga bernama PON (Pekan Olahraga Nasional) diadakan
pertama kali di Solo. Di kala itu saja, sudah 12 cabang olahraga yang
dipertandingkan. Sejalan dengan olahraga permainan, khususnya sepak bola, yang
makin populer di masyarakat, maka kebutuhan akan berbagai kelengkapan olahraga
pun meningkat. Pada tahun 1960-1970-an, pemuda Jakarta mengenal toko olahraga
Siong Fu yang khusus menjual sepatu bola. Produk dari toko sepatu di Pasar
Senen ini jadi andalan sebelum sepatu impor menyerbu Indonesia. Selain Pasar
Senen, toko olahraga di Pasar Baru juga menyediakan peralatan sepakbola.
Pengaruh Belanda dalam dunia sepak bola di Indonesia adalah adanya istilah
henbal, trekbal (bola kembali), kopbal (sundul bola), losbal (lepas bola), dan
tendangan 12 pas. Istilah beken itu kemudian memudar manakala demam bola
Inggris dimulai sehingga istilah-istilah tersebut berganti dengan istilah
persepakbolaan Inggris. Sementara itu, hingga 1950 masih terdapat pemain indo
di beberapa klub Jakarta. Sebut saja Vander Vin di klub UMS; Van den Berg,
Hercules, Niezen, dan Pesch dari klub BBSA. Pemain indo mulai luntur pada tahun
1960-an[2].
Sejarah PSSI
PSSI dibentuk pada tanggal 19 April 1930 di Yogyakarta dengan nama Persatuan Sepak Raga
Seluruh Indonesia. Sebagai organisasi olahraga yang lahir pada masa penjajahan Belanda,
kelahiran PSSI ada kaitannya dengan upaya politik untuk menentang penjajahan.
Apabila mau meneliti dan menganalisa lebih lanjut saat-saat sebelum, selama,
dan sesudah kelahirannya hingga 5 tahun pasca proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, terlihat jelas bahwa PSSI lahir
dibidani oleh muatan politis, baik secara langsung maupun tidak, untuk
menentang penjajahan dengan strategi menyemai benih-benih nasionalisme di dada
pemuda-pemuda Indonesia yang ikut bergabung.
PSSI didirikan oleh seorang insinyur sipil bernama Soeratin Sosrosoegondo. Ia menyelesaikan
pendidikannya di Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman,
pada tahun 1927 dan kembali ketanah air pada tahun 1928. Ketika kembali, Soeratin bekerja pada sebuah perusahaan bangunan Belanda, Sizten en Lausada, yang berkantor pusat di Yogyakarta. Di
sana beliau merupakan satu-satunya orang Indonesia yang duduk sejajar dengan komisaris
perusahaan konstruksi besar itu. Akan tetapi, didorong oleh semangat
nasionalisme yang tinggi, beliau kemudian memutuskan untuk mundur dari
perusahaan tersebut.
Setelah berhenti dari Sizten en Lausada, Soeratin lebih banyak aktif di bidang pergerakan. Sebagai
seorang pemuda yang gemar bermain sepak
bola, beliau menyadari kepentingan pelaksanaan butir-butir keputusan
yang telah disepakati bersama dalam pertemuan para pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 (Sumpah
Pemuda). Soeratin melihat sepak bola sebagai wadah terbaik untuk menyemai
nasionalisme di kalangan pemuda sebagai sarana untuk menentang Belanda.
Untuk mewujudkan cita-citanya itu, Soeratin rajin mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh sepak bola di Solo, Yogyakarta, dan Bandung.
Pertemuan dilakukan dengan kontak pribadi secara diam-diam untuk menghindari
sergapan Polisi Belanda (PID). Kemudian, ketika mengadakan
pertemuan di hotel kecil Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta, Soeri,
ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta), dan juga pengurus lainnya,
dimatangkanlah gagasan perlunya dibentuk sebuah organisasi sepak bola nasional. Selanjutnya, pematangan
gagasan tersebut dilakukan kembali di Bandung, Yogyakarta, dan Solo yang dilakukan dengan beberapa tokoh pergerakan
nasional, seperti Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A. Hamid, dan Soekarno
(bukan Bung Karno).
Sementara itu, untuk kota-kota lainnya, pematangan dilakukan dengan cara kontak
pribadi atau melalui kurir, seperti dengan Soediro yang menjadi Ketua Asosiasi
Muda Magelang.
Kemudian pada tanggal 19 April 1930, berkumpullah wakil dari VIJ
(Sjamsoedin, mahasiswa RHS), BIVB - Bandoengsche Indonesische Voetbal
Bond (Gatot), PSM -Persatuan sepak bola Mataram Yogyakarta (Daslam Hadiwasito, A. Hamid, dan M.
Amir Notopratomo), VVB - Vortenlandsche Voetbal Bond Solo (Soekarno), MVB -Madioensche Voetbal Bond (Kartodarmoedjo), IVBM - Indonesische Voetbal Bond Magelang (E.A. Mangindaan), dan SIVB - Soerabajasche Indonesische Voetbal
Bond(Pamoedji).
Dari pertemuan tersebut, diambillah keputusan untuk mendirikan PSSI, singkatan
dari Persatoean Sepak Raga Seloeroeh Indonesia. Nama PSSI lalu diubah dalam kongres PSSI di Solo pada tahun 1930 menjadi Persatuan sepak bola Seluruh
Indonesia sekaligus menetapkan Ir. Soeratin sebagai ketua umumnya.
Kontroversi
PSSI pada masa kepemimpinan Nurdin Halid memiliki beberapa hal yang dianggap
kontroversi, antara lain mudahnya Nurdin Halid memberikan ampunan atas
pelanggaran, kukuhnya Nurdin Halid sebagai Ketua Umum meski dia dipenjara, isu
tidak sedap yang beredar pada masa pemilihan Ketua Umum tahun 2010, dan reaksi
penolakan atas diselenggarakannya Liga Primer Indonesia.
Kasus
korupsi Nurdin Halid
Pada 13 Agustus 2007, Ketua Umum Nurdin Halid divonis dua tahun penjara
akibat tindak pidana korupsi dalam pengadaan minyak goreng. Berdasarkan standar statuta FIFA, seorang pelaku kriminal tidak boleh
menjabat sebagai ketua umum sebuah asosiasi sepakbola nasional. Karena alasan tersebut, Nurdin
didesak untuk mundur dari berbagai pihak; Jusuf
Kalla (Wakil Presiden RI saat itu), Ketua KONI,
dan bahkan FIFA menekan Nurdin untuk mundur. FIFA
bahkan mengancam untuk menjatuhkan sanksi kepada PSSI jika tidak
diselenggarakan pemilihan ulang ketua umum. Akan tetapi Nurdin bersikeras untuk
tidak mundur dari jabatannya sebagai ketua PSSI, dan tetap menjalankan
kepemimpinan PSSI dari balik jeruji penjara. Agar tidak melanggar statuta PSSI, statuta mengenai
ketua umum yang sebelumnya berbunyi "harus tidak pernah terlibat dalam
kasus kriminal" (bahasa
Inggris: “They..., must not have been
previously found guilty of a criminal offense....") diubah dengan menghapuskan kata
"pernah" (bahasa
Inggris: "have been previously") sehingga artinya menjadi
"harus tidak sedang dinyatakan bersalah atas suatu tindakan kriminal"
(bahasa Inggris: "... must
not found guilty of a criminal offense..."). Setelah masa tahanannya selesai, Nurdin kembali
menjabat sebagai ketua PSSI.
Reaksi atas
Liga Primer Indonesia
Pada Oktober 2010, Liga Primer Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas sepak bola Indonesia dideklarasikan di Semarang oleh Konsorsium dan 17 perwakilan
klub. Kompetisi
ini tidak direstui oleh PSSI dan dianggap ilegal. Meski PSSI memaparkan secara panjang lebar alasan
mengapa LPI melawan hukum, organisasi ini tidak pernah menjelaskan alasan mengapa mereka tidak
merestui LPI, kecuali menyebut LPI sebagai "kompetisi ecek-ecek", "tarkam", dan "banci." LPI akhirnya mendapatkan izin dari pemerintah melalui Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng.
Klub anggota yang keluar dari kompetisi PSSI dan mengikuti Liga Primer
Indonesia dikenakan sanksi degradasi dan tidak diundang dalam Munas PSSI. Padahal klub-klub tersebut hanya
mengundurkan diri dari Liga Super Indonesia dan bukan dari keanggotaan PSSI,
sehingga masih memiliki hak suara dalam kongres.[26] Selain itu, menurut Statuta PSSI,
penghapusan keanggotaan klub dari PSSI tidak dapat ditentukan hanya oleh
petinggi PSSI, harus melalui kongres dan disetujui minimal 3/4 anggota yang
hadir.
Kisruh dan
pembentukan komite normalisasi
Kisruh di PSSI semakin menjadi-jadi semenjak munculnya LPI. Ketua Umum
Nurdin Halid melarang segala aktivitas yang dilakukan oleh LPI. Pada Kongres
PSSI tanggal 26 Maret 2011 diPekanbaru, Riau, masalah kekisruhan di tubuh PSSI
seperti disengaja disembunyikan dari publik dengan cara mengadakan kongres
secara tertutup. Kongres tersebut pada akhirnya tidak berhasil diselenggarakan
karena terjadi kekisruhan mengenai hak suara.
Pada 1 April 2011, Komite Darurat FIFA memutuskan untuk membentuk Komite
Normalisasi yang akan mengambil alih kepemimpinan PSSI dari komite eksekutif di
bawah pimpinan Nurdin Halid. Komite Darurat FIFA menganggap bahwa
kepemimpinan PSSI saat ini tidak dapat mengendalikan sepak bola di Indonesia,
terbukti dengan kegagalannya mengendalikan LPI dan menyelenggarakan kongres.
FIFA juga menyatakan bahwa 4 orang calon Ketua Umum PSSI yaitu Nurdin Halid, Nirwan Bakrie, Arifin Panigoro,
dan George Toisutta tidak dapat mencalonkan diri sebagai
ketua umum sesuai dengan keputusan Komite Banding PSSI tanggal 28 Februari 2011. Selanjutnya, FIFA mengangkat Agum Gumelar sebagai Ketua Komite Normalisasi
PSSI.
Setelah melalui serangkaian kegagalan, termasuk kembali gagalnya
penyelengaraan Kongres tanggal 20 Mei 2011 di Jakarta, akhirnya
dalam Kongres Luar Biasa tanggal 9 Juli 2011 di Solo,Djohar
Arifin Husin terpilih sebagai Ketua Umum PSSI periode 2011-2015.
Pemecatan
Alfred Riedl
Pemecatan dan penunggakan gaji Alfred
Riedl menimbulakan hal yang kontroversial karena pihak PSSI mengaku bahwa Alfred
Riedl dikontrak oleh Nirwan Bakrie dan bukan oleh PSSI akan tetapi Alfred Riedl
membantah hal tersebut dan membawa persoalan ini ke FIFA dan kasus ini belum terselesaikan.
Kisruh
Indonesian Premier League
Setelah berganti kepengurusan Ketua umum PSSI dari Nurdin Halid ke Djohar Arifin
Husin dimulai era kompetisi baru.Dalam pembentukan IPL banyak masalah yang
terjadi karena aturan-aturan yang ditetapkan oleh PSSI.Pembentukan
IPL mendapat tekanan dari 12 klub sepak bola atau kelompok 14 karena kompetisi
berjumlah 24 klub dan 6 klub diantaranya langsung menjadi klub IPL. Namun, PSSI
meyakinkan bahwa untuk memenuhi standard kompetisi profesional AFC, klasemen
musim sebelumnya (musim 2010/2011) dihapuskan. Sebagai gantinya, yang dilihat
adalah poin tertinggi dalam verifikasi tentang profesionalisme klub Indonesia.
Akan tetapi dengan adanya IPL indonesia terhindar dari sangsi AFC.
Kepengurusan
Ketua umum
Saat ini, masa jabatan Ketua Umum PSSI adalah 4 tahun. Berikut adalah
daftar Ketua Umum PSSI:
No
|
Nama
|
Awal jabatan
|
Akhir jabatan
|
1
|
|||
2
|
|||
3
|
|||
4
|
|||
5
|
|||
6
|
|||
6
|
|||
7
|
|||
8
|
|||
9
|
|||
10
|
|||
11
|
|||
12
|
|||
13
|
|||
*
|
Agum Gumelar
(Ketua Komite Normalisasi PSSI) |
||
14
|
Wakil ketua
umum
Komite
eksekutif
Saat ini, komite eksekutif diisi oleh sembilan orang anggota, yaitu:
§ Erwin Dwi Budiawan - (Dipecat dari
EXCO)
§ Mawardy Nurdin
§ Robertho Rouw - (Dipecat dari EXCO)
§ Sihar Sitorus
§ Tony Apriliani - (Dipecat dari EXCO)
§ Tuty Dau
§ Widodo Santoso
Keterangan: keempat pejabat tersebut mengundurkan diri dari jabatannya dan
membentuk KPSI pada tanggal 5 Desember 2011.
Sekretariat
jenderal
Saat ini, posisi sekretaris jenderal diisi oleh Saleh Ismail Mukadar dan
Tri Goestoro. Tri Goestoro mengundurkan diri (3/9/2012) dan diganti oleh Halim
Mahfudz.
Wakil
Sekretariat jenderal
Saat ini, posisi wakil sekretaris jenderal diisi oleh Hadiyandra dan Tondo
Widodo.
Bendahara
Sekretariat jenderal
Saat ini, posisi Bendahara Sekretariat jenderal dijabat oleh Zulkifli
Nurdin Tanjung.
Wakil
Bendahara Sekretariat jenderal
Saat ini, posisi Wakil Bendahara Sekretariat jenderal dijabat oleh Husni
Hasibuan.
Sumber
: http://id.wikipedia.org/wiki/Persatuan_Sepak_Bola_Seluruh_Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar